Berawal dari niat, bertumbuh dalam langkah, berkembang dari sebidang tanah di belakang Gereja Keluarga Kudus Rawamangun, mimpi-mimpi itu dijalin serta diwujudkan menjadi realita. Dalam waktu kurang dari dua bulan, tanah kosong disulap menjadi penuh makna. Tanah sepi menjadi berarti. Semula yang merupakan tempat pembuangan sampah dan puing-puing bangunan serta ditumbuhi rumput liar sekarang telah menjadi taman doa yang indah. Ya, itulah Taman Doa Pieta Paroki Keluarga Kudus Rawamangun.
Taman Doa Pieta ini diberkati pada tanggal 11 Maret 2013 oleh Romo Antonius Suyata, MSF. Dalam kotbahnya, Rm. Toni – panggilan akrab romo kepala Paroki Rawamangun itu – mengatakan bahwa Taman Doa Pieta ini di bangun oleh umat dan untuk umat. Oleh sebab itu diharapkan ada inisiatif dan greget dari umat untuk memanfaatkan taman doa ini untu berdoa setiap saat. Semoga orang yang datang bukan sekedar menikmati keindahan taman saja, melainkan sungguh dapat berdoa dalam suasana yang nyaman di antara indahnya suasana alam yang ada.
Secara khusus, Patung Pieta sendiri akan mengingatkan kita semua akan Bunda Maria yang bersengsara dengan Puteranya. Bunda Maria telah ikut menopang dan memangku segala dosa, harapan dan keluh kesah kita. Oleh karena itu, pantaslah kalau kita menghormati dan tak hentihentinya berdoa kepadanya dalam devosi-devosi pribadi maupun bersama.
Romo Toni juga berharap semoga lingkungan Taman Doa Pieta ini selalu dirawat dan dipelihara dengan baik. Mencintai tanaman dan taman itu juga merupakan bagian dari ibadah, bagian dari cinta kita kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Untuk itu sudah layak dan sepantasnya, sebagai orang beriman, seraya kita berdoa, beribadah, kita juga wujudkan iman itu dalam sikap memelihara keutuhan Doa Pieta ini, khususnya tanaman-tanamannya.
Taman Doa Pieta adalah penjelmaan mimpi: mimpi untuk memberi arti lebih banyak dari sebuah ruang yang kurang bermakna, mimpi untuk membangun tempat doa yang berwawasan lingkungan, mimpi untuk melihat indahnya ciptaan Tuhan dalam bunga merona dan daun beraneka ragam. Di atas mimpi-mimpi itu kita juga diajak menghayati perjalanan kisah sengsara Yesus dalam jalan salib. Yesus, yang setelah menjalani sengsara dalam jalan salib, diterima dalam pangkuan Bunda dengan semua kedukaan yang mendalam.
Penyusunan dan pemilihan jenis-jenis tanaman serta penempatannya pun memiliki tujuan dan maknanya sendiri. Misalnya, kedatangan umat untuk berdoa disambut dengan rangkaian tanaman andong, puring dan jambe yang memiliki makna “andhedhonga, nyuwun pangapuraning Gusti supaya bejo ing tembe” (= berdoa, memohon pengampunan Tuhan supaya mulia di kemudian hari). Di sekeliling taman dipagari dengan pohon waru maroon, seperti warna ungu yang menjadi kain penutup salib saat minggu sengsara, sebagai makna kedukaan. Bunga-bunga aromatis seperti kenanga, culan dan bunga lain juga membawa suasana duka dalam perjalanan akhir Yesus. Pohon zaitu, pohon yang menyaksikan Yesus berdoa di malam sebelum hari pengadilanNya. Pohon ara yang dikisahkan banyak di kitab suci.
Diharapkan Taman Doa Pieta bisa menjadi bagian dari kompleks gereja yang ramah lingkungan. Ini juga menjadi kesempatan bagi kita untuk belajar tentang gaya hidup hijau (green lifestyle) dalam kompleks gereja. Pada gilirannya juga diharapkan bahwa gaya hidup itu bisa dipraktekkan di rumah masing-masing dan kemudian juga ditularkan kepada masyarakat yang lebih luas.